Minggu, 30 Agustus 2015

Rusia dan China Ciptakan Drone Penghancur Pesawat Siluman


Rusia dan China sedang berlomba mengembangkan drone siluman baru yang akan membuat pesawat tempur super mahal F-35 bertekuk lutut, seperti dilaporkan sebuah situs penerbangan pada 26 Agustus.

Menurut situs tersebut, Rusia telah memproduksi sistem elektronik Concern Radio Electronic Technologies (KRET) dan memanfaatkan ajang pameran penerbangan dan antariksa internasional MAKS 2015 di Moscow untuk memperlihatkan secara perdana model unmanned air vehivle (UAV) baru mereka  yang mampu mendeteksi pesawat tempur siluman, sementara UAV itu sendiri sangat sulit dideteksi.

Vladimir Kikheev, deputy chief executive (KRET) UAV mengungkapkan, UAV menggunakan radar frekuensi rendah untuk mendeteksi pesawat siluman dan sisanya merupakan jubah penangkal elektromagnetik untuk menghindar dari deteksi dan serangan. Ia menambajkan, perusahaan merupakan sub kontraktor pengembangan UAV untuk Russia United Aircraft Corporation (UAC)

Menurut Mikheev, KRET terlibat dalam dua proyek UAV militer satu dalam proses pengambangan, satunya lagi masih dalam tahap konsep dan dirancang untuk dapat mendekeksi pesawat siluman dengan cara yang mirip dengan drone Divine Eagle China.

Dron Divine Eagle merupakan drone high-altitude, mampu terbang sangat tinggi sekaligus dilengkapi berbagai sistem radar berbeda untuk melacak pesawat silumen seperti F-35 dari jarak jauh. F-35 kabarnya tidak terlacak oleh radar frekuensi tinggi seperti yang umumnya digunakan sistem radar modern saat ini, namun dron bisa dilengkapi dengan radar low-frekuecy yang merupakan sistem radar teknologi lama.

Hingga kini F-35 yang dikembangkan oleh Lockheed Martin masih mengalami berbagai masalah, seperti keterlambatan software, tanki bahan bakar yang harus didesain ulang, masalah control terbang dan berbagai masalah lain yang membuat anggaran pengembangan semakin membengkak. Namun ini tidak mengurangi minat negara sekutu AS untuk mengakusisi pesawat siluman tersebut.

Inggris telah melakukan pesanan awal sebanyak 14 pesawat senilai 2.1 milyar poundsterling yang akan dioperasikan dari kapal induk dan pangkalan udara Royal Air Force. Bahkan negara-negara tetangga seperti Australia tidak tanggung-tanggung memesan sebanyak 58 unit F-35 senilai 11.6 milyar USD pada tahap kedua setelah sebelumnya memesan sebanyak 14 unit, sehingga paling tidak Austrialia akan memiliki sebanyak 72 pesawat F-35. Singapura sejauh ini baru menunjukkan minatnya untuk mengakusisi F-35 dan kabarnya telah melakukan studi terhadap varian yang mampu lepas landas dan mendarat secara vertikal yaitu F-35B sejak 2011 lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar