Rusia dan China kini memiliki hubungan yang
sangat dekat karena keduanya memiliki tujuan yang sama dan bekerjasama
membatasi pengaruh AS dikancah global. Namun hubungan antara dua kekuatan besar
tersebut tidak selamanya berlangsung hangat.
RRC dan Uni Soviet pernah terlibat dalam perang
yang tidak dideklarasikan pada 1969 dengan tujuan membentuk blok komunis
monolitik. Sementara paska Uni Soviet runtuh, China dan Rusia kemudian saling
bekerja sama, sehingga selalu ada kemungkinan dimasa mendatang keduanya
memiliki kepentingan yang saling bertentangan. Sehingga konflik antara kedua
negara bisa saja terjadi dengan kekuatan udara memainkan peran penting.
Saling berhadapan antara Sukhoi T-50 PAK-FA dengan
Chendu J-20 China akan sangat tergantung pada jenis konflik yang terjadi. Jelas
PAK-FA merupakan pesawat tempur superioritas, sedangkan posisi pesawat tempur J-20
belum terlalu jelas.
Bila terjadi perang di timur jauh Rusia dimana konflik
dengan China kemudian terjadi, jarak akan menjadi faktor penting. Meski tidak
ada informasi spesifik yang tersedia mengenai kinerja J-20 maupun PPAK-FA, namun
ukuran badan pesawat China bisa dibilang jauh lebih panjang. Sehingga pesawat kemungkinan
memiliki muatan yang jauh lebih besar. J-20 Secara keseluruhan bisa menjadi
mesin yang sangat handal bila digunakan sebagat pesawat tempur pemburu.
Sulit untuk mengungkap apa yang akan terjadi
jika dua pesawat saling berhadapan dalam sebuah pertempuran udara. Belum ada
contoh dmana dua pesawat siluman saling berhadapan dalam sebuah duel udara.
Hingga kini Lockheed Martin F-22 Raptor merupakan satu-satunya pesawat tempur
siluman yang beroperasi di dunia. Pesawat sebelumnya seperti F-117 dan B-2
jelas dioptimalkan untuk melakukan serangan udara ke darat.
Jika J-20 dan PAK-FA terbukti tidak terdeteksi
radar, pertempuran udara mungkin akan berlangsung secara dogfight dalam jarak visual,
dengan asumsi dua kekuatan yang berlawanan bisa menemukan satu sama lain.
Sebagian beranggapan radar frekuensi rendah
akan mampu mendeteksi pesawat tempur siluman dengan tepat. Namun pesawat tempur
Rusia dan China mungkin bisa menemukan lokasi satu sama lain menggunakan
kemampuan pencarian dan pelacakan infra merah. Namun data yang tidak akurat
dari sensor inframerah kerap menimbulkan masalah dan belum jelas apakah Rusia
atau China bisa mengarahkan senjata dengan tepat mengandalkan sensor tersebut, sehingga
masing-masing hanya mampu menembak dari jarak tertentu.
Artinya dua kekuatan yang bermusuhan harus
bertarung secara dogfight atau mode visual. Kerugian besar tentu saja akan
dialami J-20 yang ditenagai mesin berbasis Sukhoi Su-27. Bila dibandingkan
dengan PAK-FA, mesin pendorong J-20 sangat lemah dan tidak memiliki energi yang
cukup untuk menghajar PAK-FA. Selain itu PAK-FA memiliki mesin jet thrust
venctoring tiga dimensi yang mampu membuatnya terbang dengan kecepatan rendah.
PAK-FA Rusia jelas lebih unggul dari segi performa,
radius dan sudut serang yang tinggi dibanding J-20. Namun bila kedua pesawat memiliki
misil high off-boresight dan sistem helmet-mounted dengan sedikit
keberuntungan, J-20 bisa saja menembak jatuh PAK-FA. Ini semua murni spekulasi
dan ada kemungkinan tetap seperti itu. Perang yang terjadi antara Rusia dan
China bukan sesuatu yang baik bagi negara manapun didunia, karena bisa menyeret
kekuatan lain sehingga konflik menjadi lebih luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar