Rusia dan China sedang berlomba mengembangkan
drone siluman baru yang akan membuat pesawat tempur super mahal F-35 bertekuk
lutut, seperti dilaporkan sebuah situs penerbangan pada 26 Agustus.
Menurut situs tersebut, Rusia telah memproduksi
sistem elektronik Concern Radio Electronic Technologies (KRET) dan memanfaatkan
ajang pameran penerbangan dan antariksa internasional MAKS 2015 di Moscow untuk
memperlihatkan secara perdana model unmanned air vehivle (UAV) baru mereka yang mampu mendeteksi pesawat tempur siluman,
sementara UAV itu sendiri sangat sulit dideteksi.
Vladimir Kikheev, deputy chief executive (KRET)
UAV mengungkapkan, UAV menggunakan radar frekuensi rendah untuk mendeteksi pesawat
siluman dan sisanya merupakan jubah penangkal elektromagnetik untuk menghindar
dari deteksi dan serangan. Ia menambajkan, perusahaan merupakan sub kontraktor
pengembangan UAV untuk Russia United Aircraft Corporation (UAC)
Menurut Mikheev, KRET terlibat dalam dua proyek
UAV militer satu dalam proses pengambangan, satunya lagi masih dalam tahap
konsep dan dirancang untuk dapat mendekeksi pesawat siluman dengan cara yang
mirip dengan drone Divine Eagle China.
Dron Divine Eagle merupakan drone
high-altitude, mampu terbang sangat tinggi sekaligus dilengkapi berbagai sistem
radar berbeda untuk melacak pesawat silumen seperti F-35 dari jarak jauh. F-35 kabarnya
tidak terlacak oleh radar frekuensi tinggi seperti yang umumnya digunakan
sistem radar modern saat ini, namun dron bisa dilengkapi dengan radar
low-frekuecy yang merupakan sistem radar teknologi lama.
Hingga kini F-35 yang dikembangkan oleh Lockheed
Martin masih mengalami berbagai masalah, seperti keterlambatan software, tanki
bahan bakar yang harus didesain ulang, masalah control terbang dan berbagai
masalah lain yang membuat anggaran pengembangan semakin membengkak. Namun ini
tidak mengurangi minat negara sekutu AS untuk mengakusisi pesawat siluman
tersebut.
Inggris telah melakukan pesanan awal sebanyak
14 pesawat senilai 2.1 milyar poundsterling yang akan dioperasikan dari kapal
induk dan pangkalan udara Royal Air Force. Bahkan negara-negara tetangga seperti
Australia tidak tanggung-tanggung memesan sebanyak 58 unit F-35 senilai 11.6
milyar USD pada tahap kedua setelah sebelumnya memesan sebanyak 14 unit, sehingga
paling tidak Austrialia akan memiliki sebanyak 72 pesawat F-35. Singapura
sejauh ini baru menunjukkan minatnya untuk mengakusisi F-35 dan kabarnya telah
melakukan studi terhadap varian yang mampu lepas landas dan mendarat secara vertikal
yaitu F-35B sejak 2011 lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar