Seekor lalat yang terbang secara mekanik kedalam markas musuh untuk
melakukan pengamatan, saat ubu mungkin sebagian mengganggapnya hanya sebagai
kisah fiksi ilmiah.
Namun, bisa saja itu terjadi dalam waktu dekat karena Dr Ron Polcawich
dan timnya dilaboratorium riset milik angkatan darat AS yang berlokasi di
Adelphi, Maryland tengah berupaya menghasilkan inovasi diarea aktuator kecil sekaligus
mengembangkan sepasang sayap robotik dengan panjang hanya 3 sampai 5
sentimeter.
Sayap dibuat menggunakan timbal zirkonium titanat atau disebut dengan
PZT, material yang bisa menghasilkan arus listrik bila menekan kemudian mengembang
bila diberikain voltase atau muatan listrik. Material PZT membuat sayap bisa menekuk
dan mengembang saat diberi tegangan listrik.
Polcawich mengungkapkan, apa yang kami perlihatkan menunjukkan mereka
benar-benar bisa terangkat. Jadi kami meyakini struktur tersebut berpotensi untuk
terbang.
Polcawich mengepalai sistem piezoelektrik mikroelektimekanikal atau tim
PiezoMEMS di ARL. Mereka telah merancang motor ultrasonik dengan diameter hanya
2 hingga 3 milimeter. Selain itu, mereka juga telah merancang kaki-kaki kecil
untuk robot seperti sikaki seribu yang dalam simulasinya bisa bergerak ketika
tegangan diberikan pada material PZT.
Namun menurut Polcawich, meski kaki dan sayap sudah bisa difungsikan,
masih butuh waktu 10 hingga 15 tahun penelitian dan pengembangan untuk
benar-benar menghasilkan robot serangga yang berfungsi secara penuh.
Ia menambahkan, misalnya dibutuhkan algoritma yang mampu mensimulasikan
bagaimana serangga bisa terbang sendiri dengan stabil. Saat ada hembusan angin,
lalat tidak seketika menstabilkan dirinya sendiri, ia akan jatuh kemudian
menstabilkan terbangnya.
Menciptakan robot intelijen pintar atau berkemampuan kognitif seperti
ini membutuhkan waktu. Berbagai sistem berbeda harus diintegrasikan dalam sebuah
rangka kecil untuk mengembangkan sebuah robot yang berfungsi layaknya seekor
serangga.
Roon Wood dari universitas Harvard sebenarnya telah lebih dulu
mengembangkan robot terbang. Namun RoboFly buatan Harvard menurut Pocawich,
berukuran tiga kali lebih besar dibanding apa yang kini dikerjakan oleh ARL. Perangkat
ukuran mekanik yang kecil membuat masalah aerodinamis semakin sulit dipecahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar